Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di bawah kepemimpinan Hadi Poernomo mengisyaratkan tidak akan lagi mempersoalkan keterbatasan akses informasi bagi BPK dalam mengaudit penerimaan pajak. Ketua BPK yang juga mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, menegaskan audit penerimaan pajak akan dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. "Di dalam UU [perpajakan] sudah diatur. Kami akan tunduk pada UU. Kalau tidak kan namanya kami melawan UU," katanya Rabu malam.
Menurut dia, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi atas Pasal 34 UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang diajukan oleh BPK sudah jelas sehingga tidak perlu lagi dipersoalkan terkait pembatasan audit pajak tersebut.
"MK juga sudah memutuskan tidak boleh. Jadi saya harus bagaimana lagi?"
Sikap ini berbeda dengan Anwar Nasution, maman Ketua BPK, yang menegaskan perlunya keterbukaan akses yang luas bagi BPK dalam mengaudit penerimaan pajak.
Namun, Hadi mengaku tetap akan mengomunikasikan persoalan keterbatasan akses audit penerimaan pajak tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"UU statusnya lebih tinggi dari nota kesepahaman [MoU], sehingga perlu adanya usaha anggota dewan untuk mengamendemen UU pajak," tuturnya.
Masalah keterbatasan akses audit pajak tersebut, merupakan salah satu persoalan yang disoroti oleh BPK Belanda atau Algemene Reken-kamer (ARK) dalam peer review-nya terhadap BPK RI.
Hasil laporan peer review menilai pembatasan akses informasi mengenai penerimaan pajak kepada BPK dinilai bertentangan dengan peraturan dan praktik internasional.
Pembatasan itu juga tidak sesuai dengan deklarasi lima 1NTOSA11997 yang ditegaskan dalam deklarasi meksiko 2007. INTOSAI (International Organization of State Audit Institutions/ Organisasi BPK sedunia) menyatakan dalam prinsip keempat bahwa akses tanpa batas atas informasi sangat diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab secara semestinya sesuai peraturan perundang-undangan.
Selama ini, berdasarkan Pasal 34 UU KUP, BPK dilarang mengaudit data wajib pajak tanpa seizin dari Menkeu. Akibat ketentuan ini, laporan keuangan pemerintah pusat selalu mendapatkan opini disclaimer (tidak memberikan pendapat) dari BPK.
Polemik antara BPK dan Depkeu ini sempat berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK). BPK sempat mengajukan judicial review atas pasal tersebut karena dinilai merugikan terhadap kewenangan konstitusional BPK. Namun, pada akhirnya MK menolak uji materi yang diajukan BPK tersebut.
Sumber : Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar